Sobat Treasury, tahukah kamu uang kuno tertua di Indonesia adalah uang kuno yang berasal dari zaman kerajaan Majapahit. Berdasarkan informasi dari akun Instagram resmi Museum Bank Indonesia (MuBI), mata uang era Majapahit ini disebut uang gobog Koin ini selalu menjadi incaran para kolektor uang kuno. Sebab, mata uang yang umumnya terbuat dari tembaga ini semakin sulit ditemukan sehingga harganya menjadi sangat mahal.
Kemungkinan, koin tembaga banyak didatangkan dari China sepanjang abad ke-11 M hingga abad ke-14 M. Gobog berbeda dengan uang standar logam seperti dinar dan dirham yang dibuat dari emas dan perak, sehingga nilai ekstrinsiknya tak setinggi kedua uang logam mulia tersebut. Lantaran teknologi pencetakan uang logam belum secanggih sekarang, ukuran uang gobog relatif berbeda-beda.
Selain itu, gobog yang juga disebut sebagai uang picis ini bisa bergambar motif lain seperti ular, burung, ayam, perahu, dan bendera. Bentuk uang gobog bulat tak rata dengan lubang berbentuk segi empat. Jika dilihat dari fisiknya, uang keluaran Majapahit ini mengadopsi keping uang dari China. Di era Majapahit, selain sebagai alat tukar, uang gobog ini banyak dipakai untuk pembayaran pajak.
Selain gobog, hasil penelusuran dan temuan para peneliti kepurbakalaan menunjukkan, ada sejumlah mata uang yang berlaku pada masa Majapahit. Di antaranya, uang koin kepeng dan ma. Secara detail, masing-masing uang koin memiliki karakteristik yang berbeda. Dari segi ukuran, uang koin ma memiliki ukuran paling mini dibanding lainnya. Bentuknya seperti kancing baju atau bahkan bulir jagung dengan diameter sekitar 1 sentimeter. Uang koin ma diproduksi dengan bahan logam mulia seperti emas maupun perak.
’Disebut uang ma karena ada tulisan aksara dewanagari (India) di sisi koinnya yang berbunyi ma. Bisa dibilang, komposisi dari dari emas maupun perak tersebut membuat warna warna koin ma relatif lebih cerah ketimbang uang koin lainnya. Sebab, uang koin kepeng dan gobog yang menggunakan bahan campuran tembaga memiliki warna yang cenderung gelap.
Uang koin kepeng dan gobog punya karakteristik yang hampir sama. Yakni dengan lubang berbentuk persegi di tengah koin yang berbentuk lingkaran pipih. Umumnya, diameter uang gobog lebih besar ketimbang uang kepeng. Yakni sekitar 5 sentimeter dibanding 3 sentimeter.
Tebal uang gobog sekitar 2-6 mm, diameter 29-86 mm, dan berat antara 16-213 gram. Di gambar bagian depan, terdapat relief berupa gambar wayang, alat-alat persenjataan berbentuk cakra, dan pohon beringin. Sementara di bagian belakang, uang standar Majapahit ini memiliki gambar belakang berupa relief pohon, peralatan berbentuk senjata dan berbentuk sesaji.
Dan pada uang kepeng, tertulis aksara Cina sesuai dinasti atau kerajaan yang berkuasa saat itu. Kemungkinan, mata uang ma dan kepeng ini dari luar Majapahit. Namun uang koin gobog diyakini diproduksi di wilayah Majapahit. Meski begitu, uang koin tersebut dicetak pada periode akhir kerajaan. Uang gobog dicetak melalui proses metalurgi. Campuran bahan tembaga dilelehkan di atas api dengan suhu lebih dari 1.000 derajat yang lantas dituang ke dalam cetakan. Bahkan, desain uang gobog disebut meniru uang kepeng produksi Cina.
Uang gobog di era sekarang juga masih banyak digunakan di berbagai daerah di Indonesia. Namun fungsinya telah berubah, tak lagi digunakan sebagai alat transaksi. Masih banyak pengrajin logam di bebera daerah, terutama Jawa dan Bali, membuat gobog yang dijual untuk keperluan kelengkapan sesajen, upacara adat, dan bahkan jimat.
Di situs marketplace belanja online, uang gobog umumnya dijual di kisaran harga Rp 20 ribu hingga Rp 5 juta per kepingnya. Harga uang gobog yang tinggi bergantung dengan nilai historisnya.
Selain Majapahit, beberapa kerajaan di Nusantara juga menerbitkan koin uang logam sebagai alat transaksi resmi di wilayahnya. Kerajaan-kerajaan besar Hindu-Buddha di Nusantara, seperti Sriwijaya dan Banten pada masa itu telah mempunyai mata uang sendiri. Sayangnya, uang peninggalan di masa Kerajaan Sriwijaya belum ditemukan.
Majapahit Pakai Koin Emas Serupa Dinar
Sesuai dengan riset dari buku “Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam” karya Herman Sinung Janutama. Menurut dalam buku tersebut menyebutkan kalau koin emas sudah digunakan 200 tahun sebelum kerajaan Majapahit.
Namun uniknya, dalam buku karya Herman mengungkapkan pada koin emas era Majapahit ada yang bertuliskan potongan kalimat syahadat “Laa Ilaaha Illallaahu” dan “Muhammadar Rasuulullah”. Sehingga ada indikasi koin emas dinar yang ada di Nusantara dan digunakan karena datangnya para pedagang dari bangsa Arab.
Menurut buku karya Herman, juga menjelaskan bahwa Majapahit tidak memproduksi koin emas tersebut, dan hanya meneruskan sebagai pengguna. Selain itu Herman menyebut, mata uang Majapahit waktu itu ada dinar dengan 4,4 gram 24 karat. Artinya, mata uang Majapahit tetap menggunakan standar dinar internasional.
Sayangnya, semakin lama orang-orang susah mencari koin emas. Hal ini sesuai dengan teori umum, jika sebuah benda banyak diminta, maka produksinya akan semakin jarang dan nilainya semakin tinggi. Di sisi lain, ditemukan fungsi lain dari emas selain untuk mata uang transaksi, emas juga digunakan untuk perhiasan. Ditemukannya fungsi lain emas ini membuat pergeseran emas sebagai alat transaksi.
Sehinggal setelah era Majapahit penggunaan koin emas sebagai mata uang mulai berkurang. Apalagi mulai datangnya bangsa Eropa seperti Portugis hingga Belanda yang melakukan transaksi perdagangan di Nusantara.
Kemudian koin emas banyak disimpan oleh para saudagar dan bangsawan sebagai harta mereka. Alasannya tentu saja karena koin emas nilainya tidak pernah berubah sejak dari dulu. Artinya investasi emas sudah banyak dilakukan oleh masyarakat Tanah Air di era kerajaan. Catatan dari Nusa Jawa: Jaringan Asia oleh Denys Lombard (1996) menyebut memasuki periode Majapahit di akhir abad ke-13, mata uang berbahan emas sudah tidak ditemukan.
Koin emas era Majapahit sudah sangat sulit didapatkan, kalaupun ada harganya pasti selangit. Namun bagi sobat Traasury yang ingin mengoleksi koin emas, Treasury salah satu yang memproduksi koin emas, lewat produk andalan Koin Nusantara. Koin Nusantara edisi Dinar memiliki elemen desain yang terinspirasi dari keunikan masjid yang menjadi ciri khas lokal area nusantara & kekayaan warisan motif kain di Indonesia.
Koin Nusantara
Koin Nusantara edisi Dinar milik Treasury adalah koin emas dengan kandungan emas 24 karat dengan kemurnian 99.99 persen yang diproduksi secara eksklusif oleh PT Untung Bersama Sejahtera untuk Treasury. Elemen desain pada Koin Nusantara terinspirasi dari kekayaan warisan budaya Indonesia.
Koin Nusantara edisi Dinar tersedia dalam empat karya, yaitu Koin Nusantara edisi 1 dinar Padang (4,4 gram), 1/2 dinar Lombok (2,2 gram), ¼ Dinar Aceh (1,1 gram), ⅛ dinar Makassar (0,55 gram), 1/16 dinar Surabaya (0,275 gram).
Ada juga Koin Nusantara edisi Kusuma Indonesia yang mengambil nilai nilai dan filosofi dari bunga khas nusantara. Koin Nusantara edisi Kusuma Indonesia tersedia dalam dua karya, yaitu edisi puspa pesona (0,2 gram) dan puspa bangsa (0,1 gram).
Selain itu ada Koin Nusantara edisi Puspa Pesona yang terinspirasi dari kekayaan flora Indonesia dengan mengusung kecantikkan salah satu bunga nasional, anggrek bulan putih. Puspa Pesona merepresentasikan penghormatan dan keanggunan.
Koin Nusantara juga dilengkapi sertifikat resmi yang akan diterbitkan oleh PT Untung Bersama Sejahtera selaku produsen bersama dengan Treasury sebagai jaminan keaslian bagi para Pengguna Treasury. Menarik kan?
Sobat Treasury dapat melakukan pembelian Koin Nusantara secara langsung melalui website treasury.id atau dengan mencetak Koin Nusantara dengan simpanan Emas yang dimiliki Pengguna dalam Apps Treasury.