Sobat Treasury, mungkin kita pernah merasa gaji naik, tapi kok kurang untuk menutup kebutuhan hidup. Atau, pernah juga kehabisan uang padahal sudah berhemat dengan beli barang-barang yang murah. Kalau iya, bisa jadi kamu punya hubungan yang tidak sehat dengan uang. Kok bisa begitu, ya?
Ternyata, hal ini berkaitan dengan emosi dengan perilaku keuangan. Seorang psikolog Inggris, Adrian Furnham, mengutarakan teori “money beliefs”. Teori ini menggambarkan perilaku seseorang terhadap uang. Perilaku ini dipengaruhi emosi yang terbentuk karena beberapa hal, seperti tekanan dan pengalaman masa lalu. Emosi inilah yang bisa mempengaruhi kita dalam mengelola keuangan. Dia muncul terlebih dahulu sebelum logika. Misalnya, kamu melihat kipas tangan elektrik dengan harga murah. Karena bentuknya lucu, kamu membelinya, padahal barang itu nggak perlu-perlu amat.
Kalau dibiarkan, emosi bisa memperburuk hubungan kita dengan uang. Alhasil, kita akan kesulitan untuk mengelola keuangan. Seperti apa, ya, ciri-cirinya?
Pertama, membandingkan kondisi finansial diri sendiri dengan orang lain. Ketika “terjalin” hubungan yang tidak sehat dengan uang, kamu sering membandingkan kondisi keuangan pribadi dengan orang lain. Misalnya, Sobat sering merasa sedih melihat kondisi keuangan sendiri. Bahkan, sering beranggapan merasa harus punya barang-barang mewah seperti punya orang lain, seperti sepeda motor dan mobil.
Kedua, besar pasak daripada tiang. Orang yang terjerat dalam hubungan ini sering tidak sadar bahwa telah mengeluarkan uang lebih banyak daripada penghasilannya. Ada saja godaan yang berhasil membuatnya merogoh kocek dalam-dalam untuk berbelanja. Misalnya, diskon besar-besaran untuk barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Atau, promo “buy 1 get 1 free” untuk makanan kesukaan.
Kebiasaan FOMO pun juga bisa membuat orang takut ketinggalan arus dan membuatnya semakin boros. Kondisi ini bisa bertambah parah kalau orang tersebut mengandalkan kartu kredit atau paylater. Saking seringnya pakai ngutang, tahu-tahu tagihannya menumpuk. Pengguna kredit ini juga menggunakan beragam alasan untuk “membenarkan” belanja barang yang padahal nggak perlu-perlu amat. Misalnya, membeli sepeda baru, padahal masih ada yang lama dengan dalih “mumpung promo”.
Ketiga, menghindari pembicaraan tentang uang. Pernah enggan membahas uang dengan orang lain? Membahas uang memang sangat sensitif, bahkan sering membuat seseorang merasa tidak percaya diri. Malah, ada juga, lho, yang merahasiakan urusan duit dari orang lain. Menghindari topik sensitif ini nggak hanya dalam pembicaraan dengan orang lain. Jika pernah merasa enggan mengecek saldo ATM atau cuek dengan hutang yang dipunya, itu juga berarti kamu punya hubungan yang jelek dengan uang, lho. Di sini, orang cenderung akan “lari” dari masalah keuangan daripada menghadapinya.
Keempat, merasa bersalah kalau belanja. Jangan salah, hubungan yang nggak baik dengan uang bisa ditunjukkan dari cara seseorang membelanjakan uang. Dia terbiasa menyimpan uangnya secara berlebihan dan enggan mengeluarkan uang untuk diri sendiri. Misalnya, seseorang yang menyesal karena membeli set skincare untuk dirinya sendiri.
Kelima, rela berhutang demi orang lain. Meringankan beban orang lain memang merupakan perbuatan yang mulia. Tapi, kalau sampai berhutang, wah, jangan sampai Sobat Treasury. Ini bisa memperburuk hubunganmu dengan uang. Sebagai contoh, seorang teman meminjam uang kepadamu. Padahal, kondisimu saat itu juga sedang susah. Karena merasa sang teman telah berjasa pada masa lalu dan kamu merasa nggak enakan, ujung-ujungnya cari hutangan untuk membantunya.
Apakah Hubungan Buruk dengan Uang Bisa Diperbaiki?
Jika kamu terperangkap di hubungan ini, masih ada cara untuk memperbaikinya. Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan.
1. Belajar mengendalikan diri.
Kamu bisa mulai dari sini. Misalnya, Sobat Treasury ingin stop kebiasaan belanja, tapi godaan diskon “menyerang”. Sebelum mengiyakan promo, coba berhenti sejenak dan bertanya kepada diri: apakah kamu benar-benar butuh barang itu? Kalau tidak, barang itu tidak perlu dibeli. Dengan cara ini, setidaknya hasrat berbelanja bisa berkurang. Kamu pun juga bisa mengurangi kebiasan hutang konsumtif.
2. Bersyukur dan fokus kepada diri sendiri.
Kita sering merasa tidak puas terhadap diri sendiri dan ingin menghasilkan lebih banyak dan lebih banyak lagi. Hingga akhirnya tanpa sadar menjadi pribadi yang tamak. Sobat Treasury, kita bisa berlatih mensyukuri apa yang sudah dimiliki dan dicapai. Dengan begini, usaha yang selama ini dilakukan terasa lebih berharga. Kemudian, kamu bisa fokus kepada tujuan diri sendiri. Jika terus membandingkan dengan orang lain, termasuk kekayaan, ini nggak akan habisnya.
3. Membuat tujuan keuangan dan mewujudkannya.
Langkah berikutnya adalah membuat tujuan keuangan. Tujuan keuangan ini bisa membantumu untuk melangkah ke depan. Kamu bisa membuat tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Contohnya begini:
Jangka pendek: mempersiapkan biaya kelahiran anak.
Jangka menengah: mengumpulkan dana pendidikan anak.
Jangka panjang: ingin pensiun dini.
Tujuan keuangan ini bisa terwujud kalau ada rencana keuangan yang matang. Sobat Treasury bisa membuat anggaran dengan skema 40-30-20-10. Rinciannya, 40 persen untuk kebutuhan bulanan, 30 persen cicilan dan tagihan, 20 persen dana darurat, serta 10 persen investasi.
Mengapa keperluan pribadi ini penting? Pos ini bisa memenuhi “dahaga” agar kamu bisa lebih bahagia dalam mengelola uang. Jangan lupa juga untuk mengecek keuanganmu secara berkala dan rutin mencatat pengeluaran. Hal ini mempermudah kamu untuk melacak ke mana saja uangmu pergi. Catatan rutin itu juga bisa membantumu saat cek keuangan berkala, lho.
Agar Tujuan Keuangan Makin Cepat Terwujud
Sobat Treasury bisa melirik investasi agar tujuan keuanganmu bisa lekas terwujud. Dengan metode ini, uang yang kamu punya bisa beranak pinak. Emas bisa menjadi instrumen yang tepat untuk dijadikan investasi. Selain minim risiko, logam mulia ini juga mudah dijual kapan pun sedang butuh. Makanya sering dijadikan dana darurat.
Nggak perlu repot ke toko, kamu bisa membelinya melalui aplikasi smartphone, seperti Treasury. Platform emas digital ini menawarkan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp5 ribu. Lebih murah daripada segelas es kopi kekinian, kan?
Treasury juga menawarkan banyak keuntungan. Seperti jaminan kepemilikan emas di PT Untung Bersama Sejahtera (UBS) sesuai dengan gramasi yang dimiliki dan sudah terdaftar di otoritas terkait sehingga legalitas dan keamanannya terjamin.
Masih ada keuntungan-keuntungan lainnya yang diberikan Treasury. Yuk investasi emas di Treasury sekarang agar kamu bisa merasakannya!