Pada zaman dahulu kala, masyarakat tidak hanya menggunakan sistem barter untuk jual beli barang tetapi juga uang. Uang kuno ditemukan di hampir semua kerajaan di Indonesia, mulai dari Hindu-Budha, sampai kerajaan Islam.
Sebelumnya, yang digunakan untuk bertransaksi adalah barter. Barang yang digunakan dalam sistem transaksi ini adalah komoditas yang bernilai. Seiring waktu berjalan, ditemukanlah suatu barang yang memiliki nilai tinggi, yaitu emas.
Logam kuning ini digunakan sebagai alat untuk barter pada awal kerajaan di Nusantara. Lalu, alat transaksinya berubah jadi koin emas supaya lebih praktis. Koin emas pun menjadi mata uang utama dalam transaksi jual beli pada zaman kerajaan Hindu-Budha, termasuk Jawa Kuno.
Contoh mata uang kuno dari emas adalah kupang dari Kerajaan Mataram Kuno era Syailendra, Ma atau Masa saat Kerajaan Mataram Kuno. Setelah itu, uang ini tidak berlaku. Barulah era Majapahit, penggunaan uang ma ini kembali diberlakukan. Lalu, ada juga dirham yang berasal dari Kerajaan
Samudera Pasai. Saat itu, dirham disebut dengan “mas” karena ukurannya seperti kupang. Ukurannya pun lebih kecil. Ada sederet fakta unik tentang uang koin emas kuno yang bisa Sobat Treasury simak. Berikut ini rinciannya.
Transaksi Barang Mahal Sampai Bayar Pajak
Penggunaan uang kuno emas tercantum di prasasti yang ditulis pada akhir abad ke-9 M hingga awal 10 M. Jumlahnya terbatas kalau dilihat dari nilai uang emas dan perak dan digunakan untuk transaksi barang yang bernilai tinggi, seperti hewan ternak.
Selain jual beli barang, uang koin emas kuno juga digunakan untuk menggaji pegawai pada abad ke-13 M. Ini disampaikan oleh berita China yang ditulis oleh Chau Ju Kua. Penggunaan mata uang logam, termasuk emas, telah dikenal di Jawa pada akhir abad ke-8 M.
Ukuran yang Berbeda
Satuan mata uang koin emas kuno pun memiliki ukuran emas yang berbeda. Misalnya, 1 kati itu setara dengan emas 754,667 gram, masa 2,473 gram, dan kupang 0,618 gram. Arkeolog Puslit Arkenas, Titi Surti Nastiti, dalam Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad VIII-XI Masehi, menuliskan bahwa 1 kati sama dengan 20 dharana (satuan untuk uang perak) dan 20 suwarna sama dengan 20 tahil. Kemudian 1 tahil sama dengan 16 masa serta 1 masa sama dengan 4 kupang.
Semula, mata uang emas berbentuk batangan. Akan tetapi, jumlahnya diperkirakan tidak banyak. Ukuran bentuk dan berat juga tidak menentu. Berdasarkan temuan di Wonoboyo, ada koin emas kuno sebanyak 6 ribu keping dan perak 600-700 keping.
Mata uang berbentuk pilocinto banyak ditemukan di Jawa Tengah pada abad 9-10 M. Uang koin ini berbentuk kecil dan seperti dadu gepeng serta sudut membulat. Mayoritas koin emas kuno itu berukuran 6 mmx 7 mm dan 6 mm x 6 mm dengan ketebalan 4 mm. Diduga uang berbentuk pilocinto itu tidak digunakan untuk alat tukar secara umum.
Ada juga ciri lainnya, seperti simbol pola bijian di satu sisi dan sisi lainnya memuat huruf “ta” alias tahil dalam bahasa Nagari. Sekadar informasi, istilah tahil ditemukan pada abad 9 M dan berhubungan dengan perpajakan.
Lalu, bentuk uang koin kuno ini berbeda bentuk ketika ibukota Mataram Kuno beralih ke Jawa Timur. Menurut temuan di Kediri pada abad 12 M, uang tipe pilocinto itu memiliki desain yang lebih membulat.
Sekadar informasi, distribusi uang emas di Jawa Tengah lebih banyak daripada Jawa Timur. Ada 51 temuan uang emas kuno di wilayah pusat dan pinggiran Jawa Tengah. Total temuannya sebanyak 5.583 keping uang emas kuno. Kemudian, di Jawa Timur, ada 8 temuan dengan total 537 buah. Menurut temuan ini, uang emas kuno bersatuan masa paling banyak ditemukan di Asia Tenggara pada 10-13 M.
Tren Uang Koin Emas Bergeser
Pada abad 13-15 M, emas tak lagi berlaku di Jawa sebagai alat tukar. Di Sumatera, koin emas kuno ini masih beredar dan digunakan sebagai alat tukar. Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera masih menggunakan emas karena ada kemungkinan penduduknya lebih sedikit daripada di Jawa. Atau, bisa juga kerajaan Islam di Sumatera berdagang dengan negara-negara yang mengunakan emas, seperti Turki Utsmani.
Penggunaan uang emas pun bergeser. Logam-logam lainnya mulai dilirik untuk uang koin, seperti perak dan tembaga. Contohnya, padsa akhir abad ke-13 M, uang koin emas sudah tak lagi ditemukan. Pada masa tersebut, yang muncul adalah gobog. Uang berbahan tembaga, bulat, dan berlubang di tengah.
Selama masa Jawa Kuno, emas masih bisa digunakan untuk membayar denda. Tapi, di Jawa, masa berlaku sebagai alat transaksi lebih singkat daripada Sumatera. Mata uang emas pun bergeser karena penggunaan uang kepeng semakin besar dan hubungan dengan negara tersebut semakin intens. Ditambah pula uang real Spanyol yang marak digunakan.
Ingin punya koin emas? Kamu tak perlu repot untuk pergi ke zaman baheula untuk mendapatkan koin emas. Aplikasi emas digital, Treasury, menyediakan Koin Nusantara buat Sobat yang ingin memilikinya.
Koin Nusantara adalah koin emas yang diproduksi PT Untung Bersama Sejahtera (UBS) untuk Treasury. Desainnya terinspirasi dari koin dinar dan budaya di Nusantara. Bahannya pun berasal dari emas 24 karat. Ada dua edisi koin Nusantara, yaitu 1 Dinar Padang seberat 4,4 gram dan Edisi 0,5 Dinar Lombok seberat 2,2 gram.
Banyak keuntungan yang kamu dapatkan investasi emas di Treasury.
Jaminan kepemilikan Logam Mulia di UBS (PT Untung Bersama Sejahtera), sesuai dengan gramasi emas yang kamu miliki di aplikasi Treasury. Kamu bisa mencetaknya menjadi Logam Mulia (emas fisik) mulai dari 0,1 gram, kapanpun dibutuhkan atau mencairkannya menjadi uang tunai hanya dalam 2×24 jam.
Lebih dari itu, kamu juga bisa mewariskan investasi emas, membuat rencana masa dengan fitur Rencana Emas, transfer emas, serta membeli berbagai koleksi perhiasan terbaru dari UBS Lifestyle. Makanya, download aplikasi Treasury sekarang!